Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Agung mendakwa Komisaris PT Hanson International, Benny Tjokrosaputro memperkaya diri melalui transaksi pembelian dan penjualan saham dengan pejabat Jiwasraya sehingga menimbulkan kerugian negara Rp 16,8 triliun. Selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, Benny Tjokrosaputra juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU). Upaya tindakan pencucian uang yang dilakukan Benny disamarkan dengan cara membeli tanah hingga jual beli saham.

Jaksa Bima Suprayoga mengatakan upaya hasil tindak pidana korupsi di pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) dilakukan pada tahun 2008 sampai dengan 2018. "Terdakwa Benny Tjokrosaputro telah menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain, atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat (1)," kata dia, pada saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (3/6/2020). Dia menjelaskan tujuan melakukan tindak pidana pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan berupa pembelian tanah, bangunan dan penempatan uang yang mengatasnamakan pihak lain.

"Rangkaian perbuatan Terdakwa Benny menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan telah memasukkan dana hasil jual beli saham kepada PT Hanson International, dan perusahaan perusahaan yang dikendalikan terdakwa Benny dan pihak pihak yang bekerja sama dengan terdakwa," ujarnya. Dia membeberkan upaya Benny Tjokrosaputro menyamarkan harta hasil korupsi dengan cara membayar utang, membeli tanah, membeli property, menukar dalam bentuk mata uang asing dan lain sebagainya. "Agar seolah olah dana hasil penjualan saham saham dan MTN dari perusahaan perusahaan yang dikendalikan oleh Terdakwa Benny kepada PT AJS terlihat adalah sah sebagai hasil investasi terdakwa Benny," ujarnya.

Padahal, kata dia, harta kekayaan terdakwa diperoleh dari tindak pidana korupsi yang dilakukan bersama sama dengan Heru Hidayat, Joko Hartono Tirto, Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo dan Syahmirwan. Upaya tindak pidana pencucian uang itu, yaitu pertama menerima uang dari penjualan Medium Tems Note (MTN) PT Armidan Karyatama dan PT Hanson International sebesar Rp 880 miliar, kemudian disamarkan dengan membelikan tanah di Maja, Banten, atas nama orang lain. Kedua, membeli saham MYRX, BTEK dan MTN PT Armidian Karyatama dan PT Hanson International sejumlah Rp 1,7 triliun dan disembunyikan di rekening Bank Windu.

Ketiga, mentransfer uang sejumlah Rp 75 miliar ke rekening Bank Mayapada atas nama Budi Untung. Keempat, membeli tanah di Kuningan, Jakarta Selatan, dan dijual ke pengusaha properti senilai Rp 400 miliar kemudian ditransfer ke beberapa rekening atas nama orang lain. Kelima, membeli 4 unit apartemen di Singapura seharga SGD 563.693.300. Keenam, melakukan pembangunan perumahan dengan mengatasnamakan orang lain.

Ketujuh, membeli tanah senilai Rp 2,2 triliun dari uang jual beli saham. Kedelapan, membeli tanah senilai Rp 3 triliun dari jual beli saham, kesembilan menukarkan uang berasal dari tindak pidana korupsi sebanyak 78 kali transaksi. Total sejak 2015 2018 sebesar Rp 38.619.434.500 dan transaksi beli valuta asing sebesar Rp 158.629.729.585. Atas dasar itu, Benny didakwa melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.