Presiden Argentina Alberto Fernandez berencana mengirimkan Rancangan Undang Undang ke Kongres dalam beberapa hari ke depan untuk melegalkan tindak aborsi. Rencana ini menandai untuk kali pertama prakarsa (aborsi) ini mendapat dukungan dari Presiden di Amerika Latin. Dilansir , Fernandez membuat pengumuman soal RUU aborsi di Kongres Nasional pada Minggu (1/3/2020).

Ribuan orang berkumpul di luar, termasuk wanita mengacungkan sapu tangan hijau terkait hak hak aborsi. Beberapa menyeka air mata mereka selama pidato Fernandez. Untuk diketahui, di Argentina, aborsi merupakan tindakan ilegal.

Pelaku aborsi dapat dijatuhi hukuman penjara, kecuali melakukan aborsi terkait kasus pemerkosaan, atau kesehatan seorang ibu berisiko. Lebih jauh, RUU baru ini datang setelah dua tahun debat dramatis di negara asal Paus Francis soal legalisasi aborsi ditolak Senat. Lebih jauh, Fernandez menyebut, undang undang saat ini tidak efektif karena tidak memiliki efek jera.

"Ini juga mengutuk banyak perempuan, umumnya sumber daya terbatasuntuk menggunakan praktik praktik gagal dalam kerahasiaan absolut," tutur Fernandez. "Menempatkan kesehatan mereka, dan juga hidup mereka dalam risiko," kata Fernandez. "Negara harus melindungi warga negara secara umum dan jelas, khususnya perempuan," tambahnya.

"Dan di abad ke 21, setiap masyarakat perlu menghormati keputusan individu untuk membuat keputusan atas tubuh mereka sendiri," katanya. "Itulah sebabnya, dalam 10 hari ke depan, saya akan mengajukan tagihan untuk penghentian kehamilan secara sukarela dan melegalkan aborsi pada saat awal kehamilan dan memungkinkan perempuan mengakses sistem kesehatan mereka ketika mereka membuat keputusan untuk membatalkan kehamilan," jelasnya. Lebih jauh, gerakan feminis Argentina mendorong untuk melegalkan aborsi elektif dalam 14 minggu pertama masa kehamilan.

Fernandez juga akan mengirimkan proyek ke Kongres yang akan memberikan dukungan lebih baik kepada ibu dan bayi baru lahir. Tak hanya itu saja, Fernadez memastikan rencana pendidikan seks di sekolah. Pemerintah Argentina memperkirakan ada 350.000 aborsi ilegal dilakukan setiap tahun di negara tersebut.

Untuk diketahui, Argentina merupakan wilayah berpenduduk terpadat kedua di Amerika Selatan. Banyak wanita mencoba melakukan aborsi legal mengadapi hambatan. Hal itu lantaran dokter mengajukan keberatan atas dasar agama dan moral.

Seorang aktivis hak perempuan yang menulis buku Somos Belen, Ana Correa angkat bicara. Buku yang ia tulis mengisahkan wanita Argentina dipenjara setelah mengalami keguguran. "Kami sangat bahagia dan penuh harapan," kata Correa kepada Al Jazeera.

"Kami akan memiliki beberapa lawan penting, tetapi akan sangat sulit bagi legislator untuk menentang proyek ini karena benar benar ada bukti kuat tentang bagaimana aborsi rahasia berdampak pada perempuan," tambahnya. Lebih jauh, Argentina berada di tengah tengah transformasi penting seputar kemajuan hak hak perempuan. Pada 2015, gerakan feminis yang dikenal sebagai Ni Una Menos turun ke jalan untuk mengecam tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan.

Correa, merupakan satu di antara pendiri Ni Una Menos. Ia menyoroti tiga kasus yang 'membuka kedok' kebenaran tentang aborsi di Argentina. Menghabiskan lebih dari dua tahun penjara setelah pengadilan memutuskan apa yang didiagnosis dokter sebagai keguguran adalah aborsi.

Ana Maria Acevedo mengupayakan aborsi pada 2017. Ia menjalani kemoterapi, ditolak, dan meninggal. Anak perempuan berusia 11 tahun dikenal sebagai Lucia.

Ia diperkosa oleh pasangan neneknya dan otoritas kesehatan pada 2019 menolak aborsi legal. Operasi caesar darurat dilakukan, bayinya tidak selamat. Para dokter dituduh melakukan pembunuhan dan tidak ada dakwaan yang diajukan.

Correa menambahkan, proyek Fernandez memberikan dukungan kepada para ibu baru. "(Juga berfungsi) untuk mendekonstruksi anggapan keliru bahwa kita yang mendukung aborsi legal menentang kehamilan, itu tidak benar," kata Correa.