Belakangan ini Program Organisasi Penggerak (POP) yang digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) terus mendapat kritikan dari berbagai pihak. Imbasnya, sebanyak tiga lembaga pendidikan yakni Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah telah menyatakan mundur dari POP Kemendikbud. Terdapat beberapa pertimbangan dalam mengambil keputusan untuk mundur dari Program Organisasi Penggerak.
Satu di antaranya karena kriteria pemilihan dan penetapan peserta dalam POP Kemendikbud yang dinilai tidak jelas. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim akan mengevaluasi program ini bersama pakar pendidikan dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan lembaga daerah. Hal itu disampaikan dalam video yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Sabtu (25/7/2020).
Nadiem menyatakan, evaluasi lanjutan ini dilakukan karena adanya masukan dari kalangan masyarakat. Meski demikian, Nadiem tidak menjelaskan secara spesifik masukan tersebut. "Saya kira bahwa penyempurnaan dan evaluasi lanjutan ini dilakukan setelah pemerintah menerima masukan dari berbagai pihak," tutur Nadiem Makarim.
"Kita semua sepakat bahwa Program Organisasi Penggerak merupakan gerakan bersama masyarakat memajukan pendidikan nasional,"imbuhnya. Oleh karena itu, Nadiem Makarim akan melakukan evaluasi lanjutan dari POP. Iaingin memastikan kembali program yang digagasnya ini memiliki integritas dan transparansi yang baik.
"Tapi kita harus memastikan bahwa program ini, sebelum dilaksanakan adalah program dengan integritas dan transparansi yang terbaik,"jelas Nadiem. Dalam evaluasi tersebut, ada tiga hal yang akan dilihat. Menurutnya, yang pertama mengenai integritas dan transparansi dari sistem seleksi POP Kemendikbud.
"Pertama adalah integritas dan transparansi sistem seleksi yang kita lakukan," paparnya. "Kami tidak hanya melihat secara internal, tapi juga mengundang pihak eksternal untuk melihat proses yang sudah kita lakukan," kata Nadiem. Melalui surat yang ditandatangani Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi dan Wakil Sekjen, Muhir Subagja menyebutkan bahwa PGRI memutuskan untuk tidak bergabung dalam POP Kemendikbud.
"Dalam perjalanan waktu, dengan mempertimbangkan beberapa hal, menyerap aspirasi dari anggota dan pengurus dari daerah." "Pengurus Besar PGRI melalui Rapat Koordinasi bersama Pengurus PGRI Provinsi Seluruh Indonesia, Perangkat Kelengkapan Organisasi." "Badan Penyelenggara Pendidikan dan Satuan Pendidikan PGRI yang dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 23 Juli 2019 memutuskan untuk tidak bergabung dalam Program Organisasi Penggerak Kemendikbud," papar Unifah, Jumat (24/7/2020), seperti yang diberitakan sebelumnya.
PGRI menilai waktu pelaksanaan program yang sedikit, sehingga dirasa tidak efisien dalam menjalankan Program Organisasi Penggerak. "Mengingat waktu pelaksanaan yang sangat singkat, kami berpendapat bahwa program tersebut tidak dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien," kata Unifah. "Serta menghindari berbagai akibat yang tidak diinginkan di kemudian hari," sambungnya.
Tak hanya itu, ada alasan lain yang membuat PGRI memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud. PGRI juga menilai pemilihan peserta Program Organisasi Penggerak tidak jelas. Alasan ini sama dengan organisasi lain yang mengundurkan diri lebih dulu yakni NU dan Muhammadiyah.
Bahkan, Unifah menilai, kriteria dalam penetapan peserta POP Kemendikbud juga tidak jelas. "Kriteria pemilihan dan penetapan peserta program organisasi penggerak tidak jelas," ujar Unifah. PGRI memandang perlunya program yang sangat dibutuhkan para guru.
Prioritas program yang dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan kinerja guru. Sementara, Muhammadiyah membeberkan sejumlah pertimbangan hingga akhirnya memutuskan mundur dari POP. Hal ini disampaikan Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno melalui keterangan tertulisnya.
"Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, "Maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut," beber Kasiyarno, Selasa (21/7/2020), dikutip dari . Meski demikian, Muhammadiyah tetap akan membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru.
Pelatihan yang dimaksud melalui program program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan dalam POP. Lebih lanjut, mundurnya NU dikarenakanpermasalahanproses seleksi yang dinilai kurang jelas. Ketua LP Maarif NU, Arifin Junaidi menyampaikan, alasan lain NU memutuskan mundur dari POP Kemendikbud.
Alasan lain mundurnya NU, Arifin menuturkan, karena saat ini Lembaga Pendidikan Maarif NU sedang fokus menangani pelatihan kepala sekolah dan kepala madrasah. Pelatihan tersebut dilaksanakan di 15 persen dari total sekolah atau madrasah sekitar 21.000 sekolah/madrasah. Arifin menambahkan, mereka yang ikut pelatihan harus melatih guru guru di satuan pendidikannya dan kepala sekolah serta kepala madrasah lain di lingkungan sekitarnya.
Sedangkan POP harus selesai akhir tahun ini.