Stigma berlebihan masyarakat Indonesia terhadap pasien positif virus corona atau Covid 19 terus saja terulang. Kabar soal diskriminasi keluarga pasien hingga penolakan jenazah terus mencuat. Tak sedikit juga orang yang menganggap bahwa virus corona ini merupakan aib yang harus ditutup tutupi.
Akibatnya, kasus pasien positif corona yang berbohong soal riwayat perjalanan mereka pada petugas medis terus terjadi. Padahal, hal tersebut justru akan menimbulkan malapetaka bagi orang lain, termasuk para petugas medis itu sendiri. Misalnya adalah contoh kasus yang terjadi selama beberapa hari terakhir ini.
Ada keluarga pasien yang berbohong hingga 53 petugas medis di RSUD Sardjito harus diisolasi. Lalu, ada juga kasus di Cirebon di mana keluarga pasien malah marah saat ditanya soal riwayat pekerjaan. Akibatya 21 tenaga medis diisolasi. Teranyar, ada kasus positif corona di pabrik rokok Sampoerna yang diduga berasal dari pasien bohong juga.
Mengutip dari berbagai sumber, simak langsung kumpulan kasusnya berikut ini: Dua karyawan PT HMSampoerna Tbk yang meninggal terinfeksi virus corona baru atau Covid 19 saat ini masih menjadi perhatian publik. Mengenai hal ini, Wali KotaSurabayaTri Rismaharini buka suara.
Menurutnya, kasus Covid 19 di pabrik rokok itu bermula dari pasien PDP yang tidak jujur. Dua pasien PDP tersebut, semestinya harus menjalani karantina. Namun, dua pasien tersebut tetap bekerja.
"Sebetulnya dia (pasien) saat itu (status) sudah PDP." "Tapi, dia kerja, jadinyanulari(menularkan)." "Tapi, mudah mudahan enggaklah," kata Risma, saat ditemui di SDN Ketabang 1, Surabaya, Kamis (30/4/2020) seperti dikutip dari Kompas.com.
"Jadi, yang di awal itu, waktu itu kan puskesmas nangani sendiri, jadi pengawasannya kurang." "Sehingga, dia tetap kerja, sebetulnya dia (pasien Civid 19 meninggal) sudah PDP saat itu," ujar dia. Risma menyampaikan, saat ini Pemkot Surabaya tengah melakukantracingatas temuan kasus positif Covid 19 di pabrik rokok tersebut.
Peristiwa serupa juga terjadi di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Akibatnya, sekitar 53 tenaga medis di RSUP Dr SardjitoYogyakarta harus menjalani tesswab. Kejadian ini dibenarkan oleh Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjito Yogyakarta Banu Hermawan.
"Iya benar, keluarganya yang tidak jujur," ujar Banu Hermawan, Kamis (30/4/2020) seperti dikutip dari Kompas.com. Banu kemudian menceritakan kronologi peristiwa tersebut. Awalnya ada pasien dengan penyakit kanker yang dirawat di RSUP Dr Sardjito Yogyakarta.
"Sebelum masuk, pasien ini kita rapid test dulu." "Hasil rapid test pertama nonreaktif," bebernya. Karena hasilnya nonreaktif, pasien ini dilakukan perawatan sebagai pasien non orang dalam pemantauan (ODP) ataupun non pasien dalam pengawasan (PDP).
Saat berada di rumah sakit, pasien ini ditunggu oleh suaminya. Namun, beberapa hari, mendadak suaminya tidak terlihat menunggu di rumah sakit. "Perawat kemudian bertanya kepada anaknya yang menunggu."
"Bapakmu di mana?" "Biasanya bapakmu yang menunggu," tuturnya. Dijawab bahwa bapaknya dirawat di RSUD Sleman.
Dari hasil rapid test dan swab ,bapaknya dinyatakan positif Covid 19. Mendapat informasi tersebut, RSUP Dr Sardjito lantas melakukan rapid test kedua terhadap pasien tersebut. Hasilrapid testternyata reaktif.
"Kita juga cepat lakukan tesswab, ternyata hasilnya positif." "Langsung pasien kita bawa ke bangsal isolasi untuk penanganan Covid 19," jelasnya. Dari informasi, diketahui suami pasien tersebut pernah kontak dengan positif Covid 19.
"Ternyata diinfokan bapaknya pernah satu mobil dengan pasien positif yang meninggal," urainya. Sekitar21 tenaga medis di Rumah Sakit TNI CiremaiCirebon, Jawa Barat, terpaksa menjalani proses isolasi mandiri. Usut punya usut, semuanya terjadi karena pihak keluarga memberikan keterangan yang tak sesuai soal riwayat perjalanan pasien.
Hal itu disampaikan Kepala Rumah Sakit TNI Ciremai Cirebon Letkol CKM Andre Novan kepada wartawan di Kantor Public Safety Center, Kota Cirebon, Senin (20/4/2020). Menurutnya, rumah sakit harus mengisolasi 21 tenaga medis tersebut sesuai prosedur yang berlaku. Ia menambahkan, puluhan tenaga medis yang diisolasiterdiri dari 18 orang perawat IGD dan ICU, 1 dokter IGD, 1 dokter ICU dan 1 dokter spesialis saraf.
Peristiwa bermula saat puluhan tenaga tersebutmenangani seorang pasien yang dalam kondisi tidak sadar. “Awalnya kami tidak tahu bahwa pasien tersebut pernah kontak dengan keluarganya yang PDP positif dan meninggal dunia." "Karena kami tanya keluarga pasien, tapi terus menyangkal,” kata Andre seperti dikutip dari Kompas.com.
Sejak awal, lanjutnya, pihak Rumah Sakit TNI Ciremai sudah meminta keterangan lengkap terkait riwayat perjalanan pasien kepada keluarganya. Namun, keluarga pasien terus menyangkal dan tidak memberikan keterangan secara lengkap. Padahal, pasien tersebut pernah kontak dengan pasien positif Covid 19 yang saat ini sudah meninggal dunia.
“Keluargapasien tidak jujur." "Kita mengikuti protokol yang ditetapkan pemerintah." "Kami tidak mendapatkan keterangan secara gamblang dari keluarga pasien."
"Tidak mungkin kami tanyakan pada pasien, karena kondisi pasien sudah koma,” kata Andre. Kepala Bidang Pelayanan Medis RS TNI Ciremai Tetri Yuniwati menyampaikan, saat ditanya tim medis, keluarga pasien menjawab bahwa pasien tidak memiliki riwayat perjalanan keluar kota. Keluarga juga menyampaikan bahwa pasien tidak pernah kontak dengan orang dari luar kota.
“Sampai petugas kami menanyakan berulang ulang, ini menyangkut kepentingan bersama." "Bapak yang mengantar sampaiberkacak pinggang, karena merasa marah,” kata Tetri. Petugas medis memberikan pertanyaan secara rinci ini kepada keluarga pasien untuk mendapatkan riwayat pasien yang utuh.
Menurut Tetry, hal ini diperlukan untuk memberikan penanganan yang tepat. Keterangan yang tidak jujur justru membahayakan para petugas medis dalam menangani pasien. Kepada Tetry, pihak keluarga hanya mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat kencing manis.
Saat tiba di rumah sakit pada 14 April 2020, berdasarkan diagnosa awal, pasien tidak sadarkan diri, sesak napas dan tensi yang tinggi. Pada 15 April 2020, pasien dinyatakan meninggal dunia. Tim medis langsung memakamkan pasien tersebut sesuai protokol Covid 19.
Kali ini, pasien merupakan seorangkuli bangunanasal Kecamatan Karangyung,Grobogan, Jawa Tengah. Ia berbohong pada petugas medis saat berobat. Akibatnya, pria yang belakangan dinyatakanpositif coronaitu sempat ditempatkan di bangsal umum.
Tak cukup sampai di situ, puluhan pegawai RSUD R Soedjati SoemodiardjoPurwodadiharus terkena imbas. Usut punya usut, pria tersebut sempat bekerja di Jakarta. Di sana, pria 43 tahun itu bekerja di sebuah proyek bangunan.
Sepulangnya dari Ibu Kota, ia mengalami demam, sesak napas dan batuk. Ia kemudian memeriksakan diri di RSUD Purwodadi pada akhir Maret 2020. Sayangnya, kuli bangunan tersebut tak jujur saat dimintai keterangan oleh petugas medis.
Ia mengaku tak pernah pergi ke daerah berstatus zona merahCovid 19. Padahal kenyataannya, pasien baru saja pulang dari Jakarta. Dari keterangan tak jujurnya itu, pasien akhirnya ditempatkan di bangsal umum Nusa Indah. Ia juga diobservasi oleh dokter spesialis paru.
Sang dokter curiga terhadap kondisi pasien. Pasien itu akhirnya menjalani rapid test pada awal April 2020. Hasil tes reaktif, pasien pun dipindahkan ke ruang isolasi.
Baru saat itulah pasien mengakui riwayatnya yang sebenarnya. "Usai rapid test, pasien ini akhirnya mengaku ternyata baru pulang dari Jakarta bekerja di proyek bangunan." "Sepulang dari Jakarta ia sakit," kata Direktur RSUD dr Sodjati Soemodiardjo Purwodadi Bambang Pujianto.
Petugas medis yang berkontak dengan pasien sempat menjalani rapid test dan hasilnya non rekatif. Setelah pasien diperbolehkan pulang lantaran kondisinya membaik, pihak rumah sakit menerima hasil tes swab yang menyatakan kuli bangunan tersebut positif corona. "Yang bersangkutan patuh menjalani isolasi mandiri di rumahnya."
"Hanya saat periksa awal dulu, ia tidak bilang kalau baru pulang dari daerah zona merah." "Hari ini sudah kami jemput untuk dirawat," jelas Bambang. Bambang pun akan melakukan rapid test ulang terhadap sekitar 20 pegawai RSUD Purwodadi untuk memastikan kondisi mereka.
"Sekitar 20 pegawai RSUD dr Soedjati Soemodiardjo akan kita rapid test lagi menyusul hasil uji swab yang menyatakan kalau pasien ini terkonfirmasi positif Covid 19," kata dia. Sebanyak76 pekerja RSUD dr Soedjati Soemodiardjo, Purwodadi,Grobogan harus segera menjalani rapid test. Semuanya bermula saat pasien asal Desa Bangsri tersebut tak jujur kala dimintai keterangan.
Hal itu disampaikan oleh Wakil Direktur RSUD dr Soedjati Soemodiardjo Purwodadi, Titik Wahyuningsih. Pasien tersebut mengaku tidak pernah pergi ke luar negeri. Selain itu, ia juga mengaku tak pernah ke daerah yang statusnya zona merah Covid 19. Berdasarkan keterangan tersebut, pasien tersebut selanjutnya dirawat di salah satu kamar perawatan yang ada di bangsal Aster.
Selama dirawat, pasien berusia 47 tahun itu juga ditangani dokter spesialis penyakit dalam. Kemudian, kondisinya juga diobservasi lebih lanjut oleh dokter spesialis paru. Dari pemeriksaan dokter spesialis ini, kondisi pasien ada pneumonia.
"Setelah ditanya lebih lanjut akhirnya pada 30 Maret." "Pasien baru mengaku kalau pulang dari luar negeri dan sempat main ke Jogja." "Setelah menyampaikan keterangan itu, pasien kemudian dipindahkan ke ruang isolasi."
"Setelah sehat, pasien itu diperbolehkan pulang pada 2 April. "Iadiminta isolasi mandiri di rumah," ungkap Titik, Jumat (10/4/2020). Pasien ini sempat diambil sampel lendirnya untuk diuji di laboratorium di Yogyakarta.
Kemudian, hasil uji swab menyatakan kalau pasien itupositif Covid 19. "Ada 76 orang yang sempat kontak langsung dengan pasien itu mulai tanggal 24 sampai 30 Maret." "Mereka ini akan kita rapid test."
"Diantaranya petugas pendaftaran, IGD, dokter, perawat, hingga tenaga kebersihan," ungkapTitik. Sementara itu, Bupati Grobogan, Sri Sumarni menyayangkan ketidakjujuran pasien itu dalam memberikan keterangan kepada petugas medis. Akibatnya banyak pihak yang kelimpungan.
"Tolong kepada masyarakat agar memberikan keterangan yang jujur pada petugas medis saat diperiksa." "Sampaikan saja jujur jangan berbohong." "Dengan menyampaikan keterangan yang benar maka bisa dilakukan tindakan yang tepat," katanya.
Tracing pun akan dilakukan di lingkup pekerja RSUD. Selain itu, orang orang yang sebelumnya melakukan kontak dengan pasien juga turut diperiksa. Hal itu disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Grobogan, dr Slamet Widodo.
Orang orang yang dia maksud seperti, keluarga dan kerabat tetangga. Selain itu, pasien lain yang sempat berada satu kamar perawatan di Bangsal Aster RSUD dr Soedjati Soemodiardjo Purwodadi juga turut diperiksa. "Kami juga akan berkoordinasi dengan Dinkes Sragen untuk tracing."
"Sebab pasien positif Covid 19 itu sempat periksa ke dokter yang ada di wilayah Sragen yang aksesnya cukup dekat dengan desa Bangsri," pungkas Slamet.