Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menegaskan, pemerintah tidak akan melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sebelumnya, Presiden Jokowi menegaskan tidak akan melakukan pelonggaran PSBB yang sudah berjalan di 4 provinsi dan 73 kabupaten/kota. Muhadjir mengatakan, pemerintah bukan melakukan pelonggaran melainkan pengurangan PSBB.

Hal itu disampaikan Muhadjir usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi melalui siaran YouTube Sekretariat Presiden, Senin (18/5/2020). "Intinya pada pertemuan pada rapat percepatan penanganan Covid 19 tadi untuk kali ini adalah difokuskan kepada upaya kita untuk mengurangi pembatasan sosial, mengurangi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB," kata Muhadjir. Muhadjir pun menjelaskan, keputusan itu mengacu pada Keppres Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid 19).

Sehingga, kata Muhadjir, Selama Keppres berlaku, maka Indonesia masih dalam darurat kesehatan dan status darurat akan berhenti jika Keppres tersebut dicabut. Muhadjir pun menambahkan, Keppres tersebut tentunya dibentuk berdasarkan UU No 6 tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan. Begitu juga tentang pemberlakuan PP atau aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang juga mengacu pada UU Nomor 6 tahun 2018.

Ia juga menyebut, penetapan status darurat kesehatan masyarakat dan PP PSBB tersebut menegaskan pernyataan pemerintah, bahwa saat ini PSBB tetap berjalan dan belum dilonggarkan. Selama Keppres tersebut belum dicabut maka darurat kesehatan akan terus berlangsung. "Saya ingin tekankan bapak presiden mengingatkan kembali tiddak ada pelonggaran PSBB bahwa akan ada pengurangan pembatasan iya, maka itu akan dikaji," ucapnya. Setelah pengurangan PSBB ditetapkan, Muhadjir mengatakan, masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas seenaknya.

Namun, protokol kesehatan juga harus diberlakukan secata ketat. "Ketika pengurangan pembatasan dilakukan, misalnya ketika sudah dibolehkan restoran dibuka maka tidak berarti seperti bukanya restoran sebelum ada Covid 19. Itu yang disebut new normal. Kehidupan normal baru harus mematuhi protokol mengenai bagaimana datang atau makan di resto. Dan resto harus mematuhui protokol kesehatan," ucapnya. Termasuk juga bagaimana tempat ibadah beroperasi juga akan menerapkan protokol yang akan diatur oleh Menteri Agama.

"Itu nanti akan diatur secara detail dan itu harus dipatuhi dan itu yang dimaksud new normal. Itu nanti boleh salat jumat berjemaah tapi beda berjemaahnya ketika sebelum ada new normal. Itu yang perlu saya tekankan," katanya. Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo mengatakan belum ada kebijakan pengurangan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam satu hingga dua minggu ke depan. Hal itu diungkapkan Doni Monardo usai rapat terbatas penanganan Covid 19, Senin (18/5/2020).

"Arahan dari bapak presiden sampai dengan satu dan dua minggu ke depan belum ada kebijakan pengurangan pembatasan. Sehingga apa yang hari ini disampaikan adalah sebuah rencana tentang skenario yang nantinya akan tergantung dari data data lapangan," katanya. Menurut Doni Monardo, pemerintah baru membahas skenario pengurangan PSBB tersebut. Adapun penerapan atau eksekusi relaksasi PSBB akan dilakukan pada momentum yang tepat.

"Yang mana seluruhnya tergantung dari data data lapangan," katanya. Selain itu, pemerintah juga tetap melarang aktivitas mudik. Namun, transportasi yang yang berkaitan dengan logistik, kegiatan pemerintah, dan kegiatan penanggulangan penyebaran Covid 19 tetap diperbolehkan.

"Tidak boleh mudik, titik. Dan mari kita ikut menjaga secara bersama sama tingkat kepatuhan masyarakat agar tidak ada yang mudik. Supaya risiko terpapar masyarakat di kampung halaman itu bisa kita cegah," katanya. Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan pemerintah saat ini fokus pada pengurangan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Tujuannya untuk memulihkan produktifitas dengan tetap terhindar dari penularan virus corona atau Covid 19.

"Jadi mengurangi pembatasan sosial berskala besar atau PSBB dalam rangka untuk meningkatkan atau memulihkan produktivitas, di satu sisi dan di satu sisi juga wabah Covid 19 tetap bisa dikendalikan, tetap ditekan hingga nanti sampai pada antiklimaksnya akan selesai, terutama ketika telah ditemukannya vaksin," ujar Muhadjir setelah rapat terbatas penanganan penyebaran Covid 19, Senin (18/5/2020). Karena itu, menurut Muhadjir, Presiden Jokowi memerintahkan membuat kajian yang terukur untuk mempersiapkan pengurangan PSBB. Kajian mempertimbangkan multi aspek dengan melibatkan sejumlah pakar.

"Yang nanti dari sektor ekonomi akan dijelaskan oleh Pak Menko Ekonomi. Dan kemudian dari sektor penanggulangan Covid nanti akan dijelaskan bapak ketua Gugus Tugas," katanya. Menurut Muhadjir Presiden Jokowi menekankan pentingnya warga untuk bersiap menghadapi era normal baru. Yang mana, masyarakat hidup normal, namun berbeda dengan normal sebelumnya.

"Yaitu kita menghadapi suasana dimana lingkungan kita harus bersama sama dengan Covid 19 ini," katanya. Presiden Joko Widodo menegaskan belum berniat melonggarkan kebijakan PSBB yang berlaku di sejumlah daerah di Indonesia. Jokowo mengatakan hingga saat ini pemerintah terus melakukan pemantauan berdasarkan data dan fakta di lapangan untuk menentukan periode terbaik bagi masyarakat kembali produktif dan tetap aman dari Covid 19.

"Kita harus sangat hati hati. Jangan sampai kita keliru memutuskan. Tapi kita juga harus melihat kondisi masyarakat sekarang ini. Kondisi yang terkena PHK dan kondisi masyarakat yang menjadi tidak berpenghasilan lagi. Ini harus dilihat," ujar Joko Widodo dalam pernyataannya di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Jumat (15/5/2020). Lebih lanjut Jokowi mengatakan, nantinya, masyarakat di Indonesia bisa beraktivitas normal kembali. Namun, harus menyesuaikan dan hidup berdampingan dengan Covid 19.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga telah menyatakan bahwa terdapat potensi bahwa virus ini tidak akan segera menghilang dan tetap ada di tengah masyarakat. "Informasi terakhir dari WHO yang saya terima bahwa meskipun kurvanya sudah agak melandai atau nanti menjadi kurang, tapi virus ini tidak akan hilang. Artinya kita harus berdampingan hidup dengan Covid. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, berdamai dengan Covid. Sekali lagi, yang penting masyarakat produktif, aman, dan nyaman," kata Jokowi. Jokowi menegaskan, hidup berdampingan dengan Covid 19 bukan berarti menyerah dan menjadi pesimis.

Justru dari situlah menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat untuk dapat beraktivitas kembali sambil tetap melawan ancaman Covid 19 dengan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. "Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus Covid tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat yang harus kita laksanakan. Pemerintah akan mengatur agar kehidupan kita berangsur angsur dapat kembali berjalan normal sambil melihat dan memperhatikan fakta fakta yang terjadi di lapangan," ucapnya. "Keselamatan masyarakat tetap harus menjadi prioritas. Kebutuhan kita sudah pasti berubah untuk mengatasi risiko wabah ini. Itu keniscayaan, itulah yang oleh banyak orang disebut sebagai new normal atau tatanan kehidupan baru," imbuh Jokowi.

Kepala Negara yakin apabila masyarakat patuh terhadap imbauan pemerintah dan menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak aman, mengenakan masker, dan sering mencuci tangan dengan sabun di saat tahapan masyarakat dapat kembali produktif, maka akan dapat mencegah diri dari virus tersebut. "Ini penyakit berbahaya, tapi kita bisa mencegah dan menghindarinya asal jaga jarak yang aman, cuci tangan setelah beraktivitas, pakai masker. Ini penting. Jadi dalam tatanan kehidupan baru nanti memang itu yang harus kita pegang," katanya. Adapun nantinya jika tahapan masyarakat produktif, aman dari Covid dapat diterapkan, berbagai sektor usaha sebagaimana dicontohkan oleh Presiden seperti rumah makan misalnya, dapat beroperasi kembali.

"Iya tentu saja nanti kalau sudah diputuskan, sektor sektor usaha yang tutup dapat berangsur angsur dibuka kembali. Tentu dengan cara cara yang aman dari Covid agar tidak menimbulkan resiko meledaknya wabah. Saya ambil contoh misalnya rumah makan isinya hanya 50 persen, jarak antar kursi dan meja diperlonggar," ucap Presiden. Adapun tentang kapan pelaksanaan tahapan masyarakat produktif aman dari Covid ini akan dimulai, Presiden mengatakan akan terus melakukan evaluasi dan melihat data dan fakta seperti kurva positif Covid 19, kurva yang sembuh, dan kurva yang wafat, sebelum akhirnya membuat keputusan.