Sebuah video yang menampilkan pagelaran musik dangdut di sebuah kuburan menjadi viral di sosial media usai diposting oleh sebuah akun instagram penyaji berbagai informasi di Kota Depok, Jawa Barat. Dalam video tersebut, terlihat ada kerumunan orang yang tengah menikmati alunan musik dangdut di dalam area pemakaman, bahkan hingga memakai terpal. Seorang penjaga makam bernama Fuad mengatakan, dirinya tak menampik video yang menampilkan musik dangdut di TPU tersebut.

"Iya betul, bisa seminggu sekali (dangdut) atau dua minggu sekali," ujar Fuad pada wartawan di lokasi, Kamis (12/3/2020). Fuad mengatakan, sering kali pagelaran musik dangdut ini dimulai sejak sore sekira pukul 15.00 WIB hingga larut malam. "Dari sore, mulai ashar dah. Sepuasnya mereka aja gitu kadang sampai tengah malam," katanya menambahkan.

Merasa resah atas kegiatan tersebut, namun Fuad tak bisa berbuat banyak meski sudah mencoba menegur para orang orang yang terlibat dalam pagelaran musik dangdut ini. "Saya juga kadang kadang malas ngelihatnya, itu gerobak dangdut. Saya sudah beberapa kali tegur tapi ya tetap aja mereka mah nggak acuh," imbuhnya. Terakhir, Fuad mengatakan dirinya berharap ada langkah tegas dari pihak berwajib. Lantaran warga hingga Ketua RT sudah kewalahan menegur orang orang yang bukan berasal dari lingkungannya dan menggelar dangdutan di kuburan.

"Harapan saya sebagai pengurus makam di sini ya petugas atau kepolisian saat itu ya datang ke tempat ini. Satu, biar dia jera saja. ngga bikin dangdutan mulu di situ. Warga terusik semua," ujarnya. Jagat dunia maya dihebohkan dengan panggung dangdutan yang digelar di atas tanah pemakaman. Dalam video yang diunggah oleh akun Facebook Eris Riswandi pada Sabtu (8/9/2018) tersebut, terlihat tempat pemakaman umum dijadikan tempat untuk menggelar pesta hajatan.

Tak hanya tenda yang terpasang, tapi juga sebuah panggung dangdutan. Dalam video berdurasi 5.17 tersebut sang biduan yang memakai baju terusan berwarna hitam tampak bernyanyi dengan sedikit goyangan. Diiringi juga dengan organ tunggal, pemain suling, pemain gitar serta gendang. Tampaknya ada beberapa penyanyi yang juga menemaninya.

Seperti tak terpengaruh dengan lokasi yang biasanya dianggap menyeramkan itu, beberapa orang anak anak santai duduk di atas kuburan untuk menonton acara dangdut tersebut. Sedangkan di tenda dan tamu undangan yang berada di samping panggung juga berada di areal pemakaman itu. Para tamu tampak menikmati sajian pesta pernikahan.

Beberapa orang yang mengurusi piring kotor juga tampak berlalu lalang. Postingan ini sudah dishare sekitar 13.000 dan dilihat sekitar 2 juta orang. Pertunjukan dangdut dalam sebuah hajatan ini ternyata digelar di area Taman Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Saud, seorang warga RT 004 RW 004 Kelurahan Pondok Kopi, Jakarta Timur mengatakan, panggung tidak berdiri di atas makam. "Ini (panggung hajatan) di luar wilayah, Mas, tidak masuk ke dalam makam. Ini (panggung) di atas got panggungnya jadi bukan di atas makam," kata Saud saat ditemui Kompas.com, Senin (10/9/2018). Saud menambahkan, selama acara berlangsung, tidak ada warga sekitar yang protes dengan penyelenggaraan hajatan dan panggung dangdutan tersebut.

"Aman, Mas, tidak ada yang protes. Orang yang nonton juga jarang, sedikit yang nonton," ujarnya. Berdasarkan pantauan Kompas.com, letak panggung hajatan yang diketahui acara khitanan itu berada di luar area pemakaman. Tidak ada makam yang rusak atau hancur setelah penyelenggaraan acara tersebut.

Petugas keamanan TPU Pondok Kelapa Ida Nurdin mengatakan, lokasi panggung yang berbatasan dengan area TPU membuat seolah olah panggung tersebut di dalam area pemakaman. "Saya juga jelaskan ke pimpinan bahwa lokasi panggung tidak masuk area TPU. Yang punya rumah memang mepet makam, tetapi yang dipakai (hajatan) bukan area makam, yang dipakai jalan pintu keluar," ujar Ida. Panggung itu berdiri di wilayah RT 004/004, Kelurahan Pondok Kopi, Duren Sawit, Jakarta Timur berbatasan dengan area TPU Pondok Kelapa.

Ida menambahkan, pengelola TPU sudah menerima surat pemberitahuan dari pengurus RT terkait rencana penyelenggaraan khitanan pada Sabtu (8/9/2018). Dengan demikian, pengelola TPU juga ikut memastikan tidak ada makam yang rusak akibat acara tersebut. Kepala Dinas Kehutanan DKI Jakarta Djafar Muchlisin mengatakan, video hajatan warga yang viral di media sosial tidak dilaksanakan di dalam area taman pemakaman umum (TPU) Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

Menurut Djafar, panggung hajatan berada di area luar TPU. "Itu sebenarnya bukan di dalam, tetapi karena kameranya ambil gambar dari dalam saja jadi seakan akan hajatan itu adanya di dalam (area TPU)," ujar Djafar ketika dihubungi, Senin (10/9/2018). Djafar mengatakan, TPU Pondok Kelapa memang tidak memiliki pagar pembatas tinggi. Area TPU dan jalan kecil hanya dipisahkan saluran air. Dia memastikan hajatan tersebut digelar di luar saluran air pembatas area TPU itu.

Namun, karena sangat dekat area makam, banyak warga menikmati hajatan di area TPU. Djafar pun menegaskan TPU tidak boleh dijadikan lokasi hajatan. "TPU itu enggak boleh dijadikan tempat seperti itu," kata Djafar.

Sosiolog Universitas Gadjah Mada, Sunyoto Usman, menyayangkan penggunaan sarana dan fasilitas publik untuk kepentingan hajatan, terutama saat menggunakan pemakaman. Menurut Sunyoto, penggunaan pemakaman untuk hajatan tidak layak dilakukan. "Dalam masyarakat kita makam masih dihormati. Sebaiknya dihindari. Kalau dibiarkan justru dianggap benar," ujar Usman saat dimintai pendapat oleh Kompas.com, Senin siang.

Saat ditanya pendapatnya mengenai pesta pernikahan yang menggunakan sarana umum, Sunyoto Usman memandang bahwa ini diakibatkan kurangnya fasilitas publik berupa gedung yang dapat digunakan masyarakat untuk menggelar pesta. "Ada baiknya pemerintah membangun gedung serbaguna sederhana yang dapat dipakai untuk kegiatan masyarakat termasuk pesta hajatan. Sewa murah untuk pemeliharaan gedung," ujar Usman. Menurut dia, gedung gedung yang saat ini dapat disewa untuk diijadikan tempat penyelenggaraan pesta, mayoritas dipatok dengan harga sewa yang relatif mahal.

Dengan demikian, ini tidak terjangkau bagi sebagian kalangan. Misalnya di gedung gedung serbaguna milik perseorangan, atau di hotel hotel berbintang. Hal inilah yang kemudian menjadi salah satu pertimbangan masyarakat untuk menggelar acara di sekitar kediaman mereka sendiri, meskipun harus memanfaatkan beberapa sarana dan fasilitas publik yang ada, seperti jalan raya. Sebab, lahan kosong yang mereka miliki tidak cukp untuk menampung tamu yang ada.

"Kebiasaan menggunakan jalan itu sudah lama, murah meriah. Sayang negara tidak pernah hadir. Padahal jalan itu milik publik," ucap Usman. Menurutnya, hal ini dapat terjadi ketika penyelenggara pesta mengajukan izin kepada pemerintah setempat untuk menutup jalan guna menunjang ketersediaan tempat untuk acara. Hal ini relatif lebih murah dan mudah untuk dilakukan.

"Kalau dilarang harus diberi alternatif, gedung serbaguna jadi jawaban," ujar Usman. ( )